"Jam Hiji Dua Puluh Salapan Menit"

Produksi ke-25 Tahun 2016

"K A L A N G S U"

Produksi ke-24 Tahun 2016.

"O R A N G A S I N G"

Resital STIA 2016

GELAR KREATIVITAS SENI MAHASISWA 2017

26 th Teater Lima Wajah.

Pementasan Drama Cucunguk

PRODUKSI Ke-23 Teater Lima Wajah.

Footer

Senin, 18 Juni 2012

Godi Suwarna: Maestro Puisi Sunda

Godi Suwarna adalah penyair, cerpenis, dramawan, dan novelis kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 23 Mei. Ia telah mengkoleksi lima kumpulan puisi: Jagat Alit (1978), Surat-surat Kaliwat (1984), Blues Kéré Lauk (1994), Sajak dongeng Si Ujang (1996), dan Jiwalupat; dua kumpulan cerpen Murang Maring (1982) Serat Sarwasatwa (1995); serta dua novel berjudul Sandékala (2007) dan Déng (2009). Semuanya dalam bahasa Sunda. Berbagai penghargaan sastra sudah ia peroleh. Ia tiga kali ia meraih hadiah sastra Rancage untuk Blues Kéré Lauk, Serat Sarwasatwa, dan Sandékala. “Saya sudah mendapatkan hattrick Rancage,” ujarnya. Godi meraih hadiah tahunan itu untuk tiga kategori sekaligus, puisi-cerpen-novel. Godi Suwarna adalah sejenis manusia Sunda unik, yang agaknya belum teridentifikasi dalam buku Manusia Sunda-nya Ajip Rosidi. Ia ibarat bocah bengal yang mengacak-acak “rumah” kesusastraan Sunda, tetapi tetap tidak mau beranjak dari sana.

Bertolak dari pemahaman tradisi Sunda yang terbilang kuat ia mengikrarkan sebuah kredo penolakan pada tradisi itu. Godi sangat tersiksa hidup di tengah kemapanan kehidupan sastra Sunda yang dinilainya “begitu-begitu” saja. Didukung oleh konflik psikologisnya dan keuletan pencariannya, Godi menemukan gairah untuk memberi nafas baru bagi tradisi yang melingkupinya itu. Sebuah gerakan yang sempat menggoncangkan jagat sastra Sunda, sekaligus memantapkan Godi sebagai salah satu pilarya. “Saat ini saya sedang gandrung dengan fiksimini Sunda,” tuturnya. “Ternyata gerakan ini sangat menggairahkan. Seribu orang lebih bergabung sebagai penulis, tak terhitung yang sekedar ikut membaca dan menjadi anggota. Sejak diluncurkan pada pertengahan September 2011, lebih dari 20 ribu karya sudah diposting dan ditampilkan,” sambungnya penuh semangat.


Fiksimini Sunda memang sangat fenomenal. Saat ini boleh disebut sebagai kegiatan sastra paling aktif di Indonesia yang menggunakan jasa sosial media facebook. Anda bisa melihatnya di: https://www. facebook.com/groups/fikminsunda/ atau melalui website: http://fikminsunda.com/. Godi_S-1 Godi Suwarna in action. Foto: dok. pribadi. Godi adalah penulis dengan jiwa gelisah yang terbelah. Seperti bisa dilihat dari cerpen-cerpennya yang berupa wacana tentang subyek yang membelah. Subyek yang labil terhadap konteks. Ia selalu memunculkan tokoh tipologis. Tokoh-tokoh yang hanya ia jadikan saluran untuk menumpahkan gagasan-gagasannya. Ia bertualang ke mana-mana dan bertengger di mana-mana. Namun sejatinya Godi tengah mengajak menyelam ke dalam lubuk jiwa yang tersembunyi, memperlihatkan kehidupan anak muda Sunda pada akhir abad ke-20, yang telah menampakkan serba-pengaruh, yang dunianya bukan lagi alam Priangan yang sepi tenteram.

Di satu sisi ia begitu cemas dan khawatir memandang kehidupan, pada sisi lain ia mencitakan sebuah kehidupan sastra yang beridentitas, sastra yang dalam istilah Vladimir Braginsky disebut memiliki “kesadaran-diri” sebagai bagian dari warga sastra dunia. Karena itulah ia sangat mendambakan kritik, agar ia bertambah kokoh memijak bumi. Sebagai orang Sunda ia tak mau lepas dari tradisi, tetapi sebagai manusia kiwari, ia dengan jujur dan sadar berdialektika menerima perubahan. Pada saat bertolak dari tradisi, ia pun menolaknya dengan menjungkir-balikkan pakem. Ia menerima namun juga menghendaki. Gaya pribadi paradoks, yang sebenarnya lazim saja bagi seorang pencari yang serius.

Tak heran kalau almarhum Rendra pun sempat terpukau melihat penampilan Godi dan mengatakan, "Godi adalah kekayaan sastra Sunda.” Oleh karena itu, menurut Si Burung Merak, “Orang Sunda berkewajiban memperlihatkannya ke belahan langit yang lain.” Merujuk “fatwa” Rendra itu, bolehlah dikatakan bahwa Godi Suwarna adalah salah satu sumbangan terbaik Sunda untuk khazanah sastra dunia. Tak berlebihan jika kemudian Godi mempunyai sejumlah “pengikut”. Pada dasarnya ia seorang yang sangat santun dan familiar. Rumahnya di Ciamis, sebelah selatan Jawa Barat, terbuka setiap saat menerima kunjungan para junior untuk belajar, atau teman sejawatnya yang mengadukan berbagai persoalan di kota besar, atau para ”mualaf” yang sekedar ingin mengenal khazanah sastra Sunda. Ia pun beberapa kali menjadi obyek penelitian sarjana sastra, atau wartawan media.

Godi dengan senang hati menerima mereka tanpa pernah memasang tarif. Terkadang ia sangat bijak dengan meredam emosi teman-temannya yang kerap bentrok dengan sastrawan-sastrawan tua. Selamat datang di Melbourne, Godi! (DIY)

sumber :  http://foria.co/tamu-kita/godi-suwarna-maestro-puisi-sunda.html